MAKALAH
FISIKA
MODERN
“TEORI RELATIVITAS KHUSUS”

DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK
I & II
MUH.
SOFYAN (A1C313040)
SURIATI
(A1C313064)
IQRAM
(A1C313104)
HARTINA
(A1C313012)
LAHUSONO
(A1C313024)
SRI
AYU NINGSIH (A1C313060)
JURUSAN
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
BAB
II
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
2.1 Kegalalan Relativitas
Klasik
Relativitas
klasik (yang diperkenalkan pertama kali oleh Galileo Galilei dan didefinisikan
ulang oleh Sir Isaac Newton) mencakup transformasi sederhana diantara benda
yang bergerak dan seorang pengamat pada kerangka acuan lain yang diam
(inersia).
Pandangan tentang alam, yang berasal dari
Galileo mengatakan bahwa:
v Ruang dan waktu adalah mutlak.
v Setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan)
kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa
yang dilakukan dalam kerangka acuan.mutlak, yaitu suatu sistem koordinat
kartesius semesta yang padanya tercantumkan jam-jam mutlak . Contoh pada azas
kelembaman (inersia) Galileo, mengatakan bahwa sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan
gaya luar. Bila kita mencoba
menguji asas ini dalam sebuah kerangka acuan yang mengalami percepatan, seperti
sebuah mobil yang berhenti secara mendadak, atau sebuah komidi putar yang
berputar dengan sangat cepat, kita akan dapati bahwa azas ini tidak berlaku
(dilanggar). Jadi hukum I Newton (kelembaman), tidak berlaku dalam kerangka
acuan yang mengalami percepatan, kecuali dalam kerangka acuan yang bergerak
dengan kecepatan konstan. Kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan konstan
disebut kerangka acuan lembam (inersial).Peristiwa-peristiwa
yang diamati dari berbagai kerangka lembam dapat tampak berbeda bagi
masing-masing pengamat dalam tiap kerangka itu. Tetapi, mereka semua akan
sependapat bahwa hukum-hukum Newton, kekekalan energi, dan seterusnya, tetap
berlaku dalam kerangka acuan mereka.
Perbandingan
pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan
transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relative terhadap
tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yangpaling sederhana.
2.1.1
Transformasi
Galileo
Pada sudut pandang klasik atau
Galileo, jika terdapat dua kerangka acuan S dan S′ yang masing-masing dicirikan
dengan sumbu koordinat yang ditunjukkan Gambar di bawah.
Ket.Gambar: Kerangka acuan S
bergerak ke kanan dengan kecepatan v relatif terhadap kerangka S. Sumbu x dan
x' saling berimpitan, dan diasumsikan kerangka S′ bergerak ke kanan (arah x)
dengan kecepatan v relatif terhadap S. Untuk menyederhanakan, diasumsikan bahwa
acuan O dan O' dari kedua kerangka acuan saling berimpit pada t = 0.
Sekarang,
dimisalkan terjadi sesuatu di titik P yang dinyatakan dalam koordinat x ', y ',
z' dalam kerangka acuan S' pada saat t'. Bagaimana koordinat P di S ? Perlu
diketahui, karena S dan S' mula-mula berimpitan, setelah t, S' akan bergerak
sejauh vt'. Sehingga pada saat t ' akan berlaku:
x = x' + vt'
....................................................................................
(1)
y =
y'.............................................................................................
(2)
z = z'
.............................................................................................
(3)
t = t
'..............................................................................................
(4)
Persamaan-persamaan
tersebut dinamakan persamaan transformasi Galileo.
Jika titik
P pada Gambar di atas menunjukkan sebuah benda yang bergerak, maka komponen
vektor kecepatannya di S' dimisalkan ux', uy', uz'. Diperoleh:
ux' =
, uy' =
, dan uz' = 



Jika
pada t1' partikel berada di x1′ dan
sesaat kemudian, t2 berada di x2′, diperoleh:
Jadi,
kecepatan P seperti terlihat dari S akan memiliki komponen ux, uy, dan uz.
Untuk komponen yang berhubungan dengan komponen kecepatan di S' diperoleh:
Dapat disimpulkan bahwa:
ux = ux' +
v ...................................................................................
(6)
uy
= uy' .........................................................................................
(7)
uz
= uz' ..........................................................................................
(8)
yang disebut persamaan transformasi
kecepatan Galileo.
Contoh Soal 1:
Dua mobil melaju dengan laju tetap
di sepanjang sebuah jalan lurus dalam arah yang sama. Mobil A bergerak dengan
laju 60 km/jam, sedangkan mobil B 10 km/jam. Masing-masing laju ini diukur
relatif terhadap seorang pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhadap
mobil B?
Jawab :
Misalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil A bergerak dengan laju v = 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u = 10 km/jam. Maka
Misalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil A bergerak dengan laju v = 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u = 10 km/jam. Maka
v’ =
v – u = 60 km/jam – 10 km/jam = 50 km/jam
Contoh Soal 2 :
Sebuah transformasi koordinat x'
pada transformasi Galileo dinyatakan oleh x' = x – vt. Buktikan bahwa
transformasi Galileo untuk kecepatan adalah ux' = ux'
– v!
2.1.2
Eksperimen
Michelson-Morley

Tahun 1887, Albert A.
Michelson (1952-1931) bersama rekannya Edward Morley (keduanya dari negeri
“Paman Sam”) menemukan suatu cara untuk menyelidiki ketergantungan kecepatan
cahaya terhadap pengamat. Dengan memanfaatkan interferensi cahaya, mereka yakin
bisa mengetahui perubahan nilai kecepatan cahaya secara sangat teliti.
Perbedaan sekecil 1 per 1010 pun katanya masih bisa diukur dengan perangkat
buatan mereka. Alat yang mereka buat itu dinamakan interferometer. Sampai
sekarang, metode ini masih dimanfaatkan untuk mempelajari sifat interferensi
gelombang (cahaya).


(Gambar: Diagram Skematis Interferometer Michelson)
Di dalam rangkaian interferometer, terdapat
2 buah cermin yang diletakkan saling tegak lurus. Di bagian tengahnya, terdapat
sebuah cermin separo perak (beam splitter) yang jika diletakkan pada
sudut 45O terhadap cermin 1 (fixed mirror) dan cermin 2 (moveable
mirror) dapat membagi sinar datang menjadi 2 bagian secara tegak lurus.
Salah satu sinar akan mengarah ke cermin 1, sedangkan yang lainnya mengarah ke
cermin 2.
Awalnya Michelson-Morley menganggap
bahwa eter itu ada sehingga mereka mengandaikan eksperimennya seperti gerak
perahu. Michelson-Morley berasumsi, jika eter itu ada, maka kelajuannya v (analog
dengan arus sungai) dapat ditentukan melalui persamaan. Mereka kemudian
berusaha mengukur perbedaan waktu tempuh A dan B. Ternyata hasilnya nihil.
Dengan demikian, Untuk meyakinkan hasil tersebut, mereka juga mencoba mengukur
pergeseran pola interferensi yang terbentuk pada layar seperti inset dalam
gambar di bawah. Namun tetap saja hasilnya nihil. Ketika eksperimen dilakukan
pada musim yang berbeda setiap tahunnya dan pada lokasi yang berbeda,
kesimpulannya selalu identik: tidak diperoleh pergeseran pola interferensi.

(gambar: pola interferensi pada Diagram Skematis
Interferometer Michelson).
2.2
Postulat
Einstein

Pada
tahun 1905, Albert
Einstein mempubilkasikan makalah yang
berjudul, “On the Electrodynamics of
Moving Bodies” atau dalam bahasa Indonesianya kurang lebih
demikian,”Elektrodinamika benda bergerak” dalam jurnal Annalen der physic. Makalah yang menyajikan teori
relativitas khusus, berdasarkan dua postulat utama, Yaitu :
Postulat I :” Hukum fisika
dapat dinyatakan dalam persamaan yang berbentuk sama dalam semua kerangka acuan
yang bergerak dengan kecepatan tetap satu sama lain.”
Postulat
ini menyatakan ketiadaan kerangka acuan universal. Jika dua pengamat berada
dalam kerangka acuan lembam dan bergerak dengan kecepatan sama relatif terhadap
pengamat lain, maka kedua pengamat tersebut tidak dapat melakukan percobaan
untuk menentukan apakah mereka bergerak atau diam. Bayangkan ini seperti saat
kita berada di dalam sebuah kapal selam yang bergerak dengan kecepatan tetap.
Kita tidak akan dapat mengatakan apakah kapal selam tengah bergerak atau diam. Contoh
lain, ketika pesawat sedang terbang dengan kecepatan tetap, seorang pramugari
dengan santainya membagikan makanan kepada para penumpang karena dia tidak
merasakan bahwa pesawat sedang terbang, yang dia rasakan pesawat tersebut
sedang diam (coba kalau dia membagikan makanan di dalam metromin. Benar atau
salahkah jika pramugari tersebut mengatakan bahwa pesawat tersebut diam
berdasarkan apa yang dia rasakan?
Postulat II : “Cepat
rambat cahaya di dalam ruang hampa ke segala arah adalah sama untuk semua
pengamat, tidak tergantung pada gerak sumber cahaya maupun pengamat.”
Postulat
kedua adalah sebuah konsekuensi dari foton yang tak bermassa bergerak dengan
kecepatan cahaya pada ruang hampa. Eter tidak lagi memiliki peran khusus
sebagai kerangka acuan inersia “mutlak” alam semesta, jadi bukan hanya tidak
perlu, tetapi juga secara kualitatif tidak berguna di dalam relativitas khusus.
Sebagai contoh pada kasus sederhana misalkan sebuah kereta api sedang bergerak
dengan kecepatan 10 km/jam lalu ada seorang pedagang asongan di dalam kereta
berjalan ke arah depan dengan kecepatan 2 km/jam. Menurut pengamat yang diam di
pinggir rel kereta pedagang asongan tersebut bergerak dengan kecepatan 12 km/jam
(10 km/jam + 2 km/jam). Hasil pengamatan Pengamat tersebut sesuai dengan teori
gerak Newton.
2.3
Akibat
Postulat Einstein
Teori Einstein membawa akibat-akibat
yang sangat luas dirasakan agak menyimpang dari pengalaman-pengalaman yang kita
peroleh sehari-hari sebagai Efek dari Relativitas Khusus. Diantaranya adalah :
1. Kecepatan Relatif
Jika ada sebuah pesawat (acuan O’) yang
bergerak dengan kecepatan v terhadap bumi (acuan O) dan pesawat melepaskan bom
(benda) dengan kecepatan tertentu maka kecepatan bom tidaklah sama menurut
orang di bumi dengan orang di pesawat. Kecepatan relatif itu memenuhi persamaan
berikut.
dengan :
vx = kecepatan benda relatif terhadap pengamat diam (m/s)
vx’ = kecepatan benda relatif terhadap pengamat bergerak (m/s)
v = kecepatan pengamat bergerak (O’) relatif terhadap pengamat diam (O)
c = kecepatan cahaya
vx’ = kecepatan benda relatif terhadap pengamat bergerak (m/s)
v = kecepatan pengamat bergerak (O’) relatif terhadap pengamat diam (O)
c = kecepatan cahaya
2. Dilatasi waktu (Perpanjangan Waktu)
Waktu yang diamati oleh pengamat yang diam (
) dengan waktu yang diamati oleh pengamat yang bergerak dengan
kecepatan v adalah berbeda, dimana :
adalah waktu yang tercatat menurut pengamatan pengamat yang
bergerak dengan kecepatan v.





dengan :
Δt = selang waktu menurut pengamat yang bergerak terhadap
kejadian
Δt0 = selang waktu menurut pengamat yang diam terhadap kejadian
Δt0 = selang waktu menurut pengamat yang diam terhadap kejadian
Analisa
ini menunjukkan bahwa benda yang bergerak relatif lebih lambat waktunya bila
dibandingkan dengan benda yang dalam keadaan diam. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya Fenomena Anak Kembar (Paradoks
Kembar).
3. Kontraksi Panjang .
Kontransi panjang adalah penyusutan panjang
suatu benda menurut pengamat yang bergerak. Penyusutan ini memenuhi persamaan
berikut.

dengan :
L = panjang benda menurut pengamat yang bergerak relatif
terhadap benda
L0 = panjang benda menurut pengamat yang diam relatif terhadap benda
L0 = panjang benda menurut pengamat yang diam relatif terhadap benda
4. Massa Relavistik
Massa benda yang teramati oleh pengamat yang tidak bergerak terhadap
benda, berbeda dengan massa yang teramati oleh pengamat yang bergerak dengan
kecepatan v terhadap benda.
m = adalah massa yang teramati oleh pengamat yang bergerak dengan
kecepatan v terhadap tanah dan
massa yang teramati oleh pengamat yang tidak bergerak terhadap
benda.


5. Energi Relativistik
Didalam mekanika relativistik, benda yang dalam keadaan diam dengan
massa diam
memiliki energi sebesar:


dan
energi benda yang sedang bergerak dengan kecepatan konsten sebesar v adalah
memiliki energi total (mekanik) sebesar:
sehingga energi kinetik benda adalah:
atau
untuk v << c maka
2.4.
Transformasi Lorentz
Untuk melukiskan gerak dengan cara lebih cepat, digunakan sistem salib
sumbu sebagai kerangka acuan. Kedudukan benda atau titik materi dari pengamat
pertama dinyatakan dengan koordinat terhadap kerangka acuan pertama, yaitu
(x,y,z). Pengamat kedua akan menggunakan koordinat terhadap kerangka acuan
kedua dalam menyatakan kedudukan benda atau titik materi yang sama, yaitu (x’ ,
y’ , z’ ). Hubungan antara (x, y, z) dan ( x’ , y’ , z’ ) dinamakan hubungan
transformasi koordinat.
Pada gambar 1.1 dilukisakan dua kerangka acuan S dan S’
bergerak dengan kecepatan tetap
.
Pada saat t=0, kedua kerangka acuan dalam keadaan berimpit. Sebuah titik P
berada pada sumbu x, letaknya dinyatakan dengan koordinat-koordinat x dan x’
yang memiliki hubungan transformasi:


Jika
adalah jarak antara kedua kerangka acuan maka
,
sehingga hubungan transformasi koordinat menjadi



Apa
akibatnya jika titik P bergerak dengan kecepatan v terhadap kerangka
acuan S’? pada saat
,
hubungan antara x dan x’ adalah


Pada
saat
,
hubungan antara x dan x’ adalah


Jadi,
selama selang waktu
titik P dengan kecepatan




Perumusan
itu tidak sesuai dengan rumus relativistik penjumlahan kecepatan dari
Einstein.
Kesalahan dari perumusan di atas menurut Einstein adalah
mengenai pengertian tentang waktu. Selama ini kita selalu beranggapan bahwa
selang waktu yang digunakan dalam kerangka acuan S’. Suatu anggapan yang belum
pernah dibuktikan. Apabila t adalah selang waktu yang digunakan pengamat yang
berada dalam kerangka acuan S dan t’ selang waktu yang digunakan pengamat yang
berada dalam kerangka acuan S’ maka hubungan transformasi itu dirumuskan.


Jika yang bergerak adalah kerangka acuan S terhadap
kerangka acuan S’ maka hubungan transformasinya adalah


Karena pengamatan melukisakan peristiwa yang sama maka
persamaan (1.3) harus identik dengan persamaan (1.2) sehingga :

Jadi,
........... (1.4)

Jika persamaan (1.4) disubstitusikan pada persamaan (1.2)
atau persamaan (1.3), maka diperoleh rumus transformasi lorentz, sebagai
berikut :


y
= y’
z
= z’
Andaikan sebuah objek yang diamati bergerak dengan
kecepatan v = (vx, vy, vz). Untuk mencari
kecepatan v’ = (v’x, v’y, v’z). Maka kita
perlu menggunakan transformasi kecepatan lorentz sebagai berikut :



Ketiga hubungan ini merupakan akibat langsung dari
persamaan transformasi lorentz di depan. Sebagai contoh, berikut akan
diturunkan pernyataan transformasi bagi v’y, sedangkan penurunan v’x
dan v’z akan dibahas pada contoh di bawah.
Contoh :
Dua buah roket saling mendekat sepanjang suatu garis
lurus. Masing-masing roket bergerak dengan laju 0,5c relatif terhadap seorang
pengamat bebas di tengah keduanya. Dengan kecepatan berapakah pengamat roket
yang satu mengamati roket yang lain mendekatinya?
Pemecahan:
Misalkan O menyatakan pengamat bebas, dan O’ salah satu
roketnya. Maka “peristiwa” yang sedang mereka amati adalah mendekatnya roket
kedua, seperti dalam diagram berikut.
Pengamat O melihat roket 2 bergerak dengan kecepatan Vx =
-0,5c. Pengamat O’ (roket 1) sedang bergerak relatif terhadap O dengan
kecepatan u = 0,5c. Maka dengan menggunakan persamaan transformasi bagi vx.

Perhatikan bahwa hasil ini ternyata lebih kecil daripada
kecepatan relatif -0,5c – 0,5c = -c yang diramailkan transformasi Galileo.
Karena teori relativitas khusus mensyaratkan bahwa nilai c adalah laju batas
tertinggi bagi semua gerak relatif, maka kedua roket itu tidak pernah akan
bergerak dengan laju yang lebih besar daripada c, dam persyaratan ini dijamin
oleh bentuk transformasi kecepatan Lorentz. Sebagai contoh, jika sebagian
gantinya 0,5c, laju masing-masing roket adalah 0,999c, maka kita akan
memperoleh.

Ketimbang -1,998c menurut transformasi galileo.
2.5
Dinamika Relativistik
Kita telah melihat bagaimana kedua postulat Einstein
menuntut kita kepada suatu penafsiran “relatif” baru terhadap
konsep-konsep mutlak yang dianut sebelumnya seperti panjang dan waktu. Juga
darinya kita berkesimpulan bahwa konsep klasik kita tentang laju relatif tidak
lagi benar. Dengan demikian, cukup beralasan bagi kita untuk menanyakan sejauh
manakah revolusi konsep ini mengubah tafsiran kita terhadap berbagai konsep
fisika. Kedua hukum kekekalan ini (momentum linear bersama dengan hukum
kekealan momentum sudut) dapat diperlihatkan merupakan akibat dari kehomogenan (homogeneity)
dan keistropoian (isotropy) alam semesta. Pengertian ketidakubahan (invariance)
ini terhadap translasi dalam waktu dan ruang, dan terhadap rotasi (pemutaran)
dalam ruang dapat diperlihatkan setara dengan konsep kita tentang kekekalan
energi, momentum linear, dan momentum sudut. Dengan demikian, membuang
konsep-konsep ini menyiratkan bahwa kita hidup dalam suatu alam semesta yang
sangat aneh. Karena itu, kita beranggapan bahwa alam semesta kita memiliki
semacam struktur yang sangat serasi, dan bahwa hukum-hukum ini tetap berlaku,
namun dengan catatan bahwa relativitas khusus mungkin menghendaki suatu
pendefinisian ulang terhadap besaran-besaran dinamika dasar. Kita sebenarnya
dapat dengan segera menebak bahwa ini memang merupakan sesuatu hal yang perlu
dilakukan. Andaikanlah kita kenakan suatu gaya tetap F pada sebuah benda
bermassa m, yang memberikan percepatan a
= F/m. Jika gaya tersebut kemudian kita kenakan selama suatu selang waktu
yang cukup lama, maka dinamika klasik meramalkan bahwa partikelnya akan terus
bertambah lajunya hingga melampaui laju cahaya. Tetapi, kita ketahui bahwa
transformasi Lorentz memberi hasil yang tidak bermakna fisika bila u ≥ c. Jadi, kita memerlukan sehimpunan
hukum dinamika baru yang mencegah benda mengalami percepatan sehingga melaju
melampaui laju cahaya.
Marilah kita awali bahasan ini dengan meninjau persoalan
berikut, yang telah anda pelajari dengan menggunakan dinamika Newton.
Andaikanlah dua massa identik saling mendekati, masing-masing dengan laju v. Setelah bertumbukan, kita peroleh
sebuah massa 2m dalam keadaan diam.
Ini adalah gambaran menurut pengamat O
dalam laboratorium.
Marilah kita sekarang beralih kesuatu kerangka acuan yang
bergerak dengan laju v ke kanan.
Menurut mekanika klasik, massa 1 akan tampak diam, sedangkan massa 2 akan
tampak mendekat dengan laju 2v.
Tetapi, transformasi Lorentz ternyata memberi hasil yang berbeda. Misalkan O’ bergerak ke kanan dengan laju u = v. Maka menurut O’, kecepatan massa 1 adalah:
v1’ =
=
= 0


(karena semua kecepatan searah dengan sumbu x, maka kita telah dan akan mengabaikan
indeks bawah x), dan kecepatan massa
2 adalah (dengan v2 = - v menurut
O).
v2’ =
=
= 



Kecepatan
massa gabungan 2m adalah
V’ =
=
= - v


Berikut adalah
ilustrasi percobaan tersebut sebagaimana dilihat oleh O’:
Menurut O,
momentum linear sebelum dan setelah tumbukan adalah
pawal =
m1 v1’ + m2 v2’ = m (0) +
= 


pakhir =
2 mV’ = 2 m(-v) = -2mv
Menurut O’,
p’awal =
m1 v1’ + m2 v2’ = m (0) + m
= 


p’ akhir = 2 mV’ = 2 m(-v) = -2
mv
Karena menurut pengukuran O’, p’awal ≠ p’akhir, maka bagi O’
momentum linear tidak kekal.
Menurut bahasan di
depan, kita cenderung berusaha mempertahankan kekekalan momentum linear dalam
semua kerangka acuan. Kita ketahui bahwa semua kecepatan telah kita tangani
dengan benar, sehingga dengan mengingat bahwa momentum hanyalah melibatkan
massa dan kecepatan, maka kesalahan tentu terletak pada penanganan kita
terhadap massa. Sejalan dengan bahasan kita tentang penyusutan panjang dan
pemuluran waktu, marilah kita membuat anggapan bahwa bagi besaran massa terhadap
pula pertambahan massa relativistik, menurut hubungan berikut:
m = 

mo disebut massa diam dan seperti dengan panjang sejati dan
waktu sejati, ia diukur terhadap kerangka acuan yang terhadapnya benda diam.
Dalam kerangka acuan lainnya, massa
relativistik m akan lebih besar
daripada mo. (perhatikan bagaimana konsep ini mengatasi melampaui
laju cahaya. Ketika laju objek menghampiri laju cahaya, massanya menjadi besar
sekali, sehingga gaya yang bekerja menjadi kurang efektif untuk menghasilkan
suatu percepatan. Pada saat massanya menjadi tidak hingga, maka tidak ada lagi
percepatan yang dapat dihasilkan oleh suatu gaya hingga, dengan demikian kita
tidak pernah dapat mencapai atau melampaui laju cahaya).
Marilah kita
periksa bagaimana definisi massa relativistik ini mempertahankan kekekalan
momentum dalam kerangka acuan O dan O’. Nyatakan massa yang diukur oleh O dengan m1, m2, dan M (massa gabungan), dan yang oleh
O’ dengan m’1, m’2, dan M’. Anggaplah kedua objek ini
memiliki massa diam mo yang sama. Maka menurut O, kedua massa itu adalah:
m1 =
dan m2 = 


karena v1
= v2 = v ; juga
M = m1 + m2 = 

Karena massa gabungan ini diam dalam kerangka acuan O, maka massa M adalah massa diamnya, yang selanjutnya kita nyatakan dengan Mo.
Menurut O’, m’1 diam, jadi m’1 = m0. Karena m’2
bergerak dengan laju v’2 = - 2v/(1 + v2/c2),
maka
m’2=
= m0


Massa gabungan M’ bergerak dengan laju V’ = -v, jadi
M’ = 

Jika kita substitusikan hasil yang kita peroleh bagi Mo,
yaitu Mo=
,
maka kita peroleh

M’ = 

Tampak bahwa definisi massa yang baru ini berhasil
mempertahankan kekekalan momentum menurut O,
karena pawal = m1v1
+ m2v2 tetap sama dengan nol, seperti p akhir. Selanjutnya, marilah
kita periksa pernyataan momentum awal dan akhir dalam kerangka acuan O’:
p’awal= m’1 v’1 + m’2 v’2
= mo (0) + mo

= 

Dan
p’akhir= M’V’ =
(-v)
= 


Karena p’awal = p’akhir, maka definisi baru kita tentang
massa relativistik di atas telah memungkinkan kita untuk mempertahankan
berlakunya kekekalan momentum dalam kedua kerangka acuan. Dan ternyata,
definisi massa relativistik ini berhasil mempertahankan berlakunya kekekalan
momentum dalam semua kerangka acuan, tidak dalam hanya dalam kedua kerangka
acuan khusus yang kita tinjau dalam contoh kasus ini.
Selain mendefinisikan massa relativistik seperti yang
kita lakukan di atas, kita dapat pula mendefinisikan ulang momentum
relativistik sebagai berikut
p = 

Definisi ini
ternyata merupakan pilihan yang terbaik, karena beberapa alasan berikut: kita
dapat memperluasnya dengan mudah kerumusan dua atau tiga dimensi, dan juga
definisi ini menghindarkan kita dari kebingungan penggunaan massa relativitik
pada kasus-kasus dalam mana pernyataan yang berlaku. Sebagai contoh, kita
tinjau percobaan berikut. Dua massa m1
dan m2 yang berjarak pisah
r saling tarik-menarik menurut hukum
gravitasi, F = Gm1m2/r2.
Kedua massa ini dihubungkan oleh sebuah pegas berskala yang mencatat gaya
antara keduanya. Pengamat O’ berada
dalam sebuah pesawat roket yang bergerak menjauhi kedua massa itu dalam arah
tegak lurus garis hubung m1dan
m2. Jika kita misalnya,
menyisipkan pernyataan massa relativistik ke dalam pernyataan klasik bagi gaya
di atas, maka kita akan menyimpulkan bahwa O
dan O’ akan mengamati pembacaan yang
berbeda pada skala pegas yang sama. Ini jelas tidak mungkin! Seperti yang akan
kita perlihatkan nanti, sungguh keliru memperlakukan semua persamaan dinamika
seperti yang kita lakukan di atas dengan sekedar menggantikan massa klasik
dengan massa relativistik. Khususnya, tidaklah benar menuliskan energi kinetik
sebagai ½ mv2 dengan
menggunakan massa relativistik.
Energi kinetik
dalam fisika klasik didefinisikan sebagai usaha sebuah gaya luar yang mengubah
laju sebuah objek. Definisi yang sama tetap kita pertahankan berlaku pula dalam
mekanika relativistik (dengan membatasi bahasan kita pada satu dimensi).
Perubahan energi kinetik ∆K= Kf – Ki adalah
∆ K = W = 

Jika benda bergerak dari keadaan diam, Ki = 0,
maka energi kinetik akhir K adalah

Mengingat gaya masih
belum kita perlakukan dari segi relativistik, maka kita belum yakin tentang
bagaimana melanjutkan bahasan ini. Tanpa bukti atau pembenaran apa pun, kita akan
mencoba mempertahankan hukum kedua Newton dalam bentuk umumnya (F = dp/dt) sebagai hubungan dinamika
relativistik yang sesuai (ingat bahwa kita telah mendefiniskan ulang p, sehingga jelas akan pula berakibat
mendefinisikan ulang F). Jadi kita
peroleh:

Pernyataan yang terakhir dapat kita ubah lebih lanjut
bila kita menggunakan teknik standar pengintegrasian per bagian, dengan d(pv) = v dp + p dv, yang memberikan

= 

Dengan melakukan integrasi kita peroleh
K = 

Yang dapat kita tuliskan dalam bentuk berikut:
K = mc2 – m0c2
Persamaan ini
memberikan kita suatu hasil dasar bagi pernyataan energi kinetik relativistik.
Perbedaan antara besaran mc2(yang
masih memiliki satuan energi) bagi sebuah partikel yang bergerak dengan laju v, dengan besaran m0c2 (yang juga bersatuan energi) bagi sebuah
partikel yang diam, tidak lain adalah energi kinetiknya. Besaran ini memang
sesungguhya adalah apa yang kita maksudkan dengan energi kinetik tambahan
energi yang diperoleh sebuag partikel karena geraknya. Mesaran moc2 disebut
energi diam partikel dan dinyatakan dengan E0.
Jadi, sebuah epartikel yang bergerak, memiliki energi E0 dan tambahan energi K, sehingga dengan demikian energi relativistik total E partikel adalah
E = E0
+ K = moc2 + K = mc2
Pernyataan
ini merupakan hasil temuan terkenal Einstein yang menyatakan bahwa energi
sebuah benda merupakan ukuran lain dari massanya energi dan massa adalah
setara, dan bahwa perolehan atau kehilangan energi sebuah benda dapat dipamdang
pula sebagai perolehan atau kehilangan massanya.
2.6 Keserempakan dan Paradoks Kembar
Akan kita tinjau dua dari sekian banyak akibat teori
realitivitas khusus yang menentang tetapi juga mengesalkan. Yang pertama
menyangkut pengertian keserempakan dan pensinkronan (synchronization) jam. Bagi sebagian besar dari antara kita,
masalah mensinkronkan arloji atau jam bukanlah suatu proses yang sulit ;
sebagai contoh, kita dapat saja menyetel jam kita dengan langsung melihat pada
jam yang berada di dekat kita. namun demikian, metode ini mengabaikan waktu
yang dibutuhkan cahaya dari jarum jam untuk merambat ke mata kita. Jika kita
berada 1 m dari sebuah jam, maka arloji kita akan terlambat sekitar 3 ns (3 x
10-9 s). Walaupun
keterlambatan waktu yang kecil ini tidak akan membuat anda terlambat
mengikuti kuliah fisika, namun bagi seorang fisikawan eksperimen hal itu
merupakan masalah serius. Karena bagi mereka, pengukuran selang waktu yang
lebih kecil daripada 1 ns merupakan hal yang biasa oleh karena itu, kita coba
meninjau hal ini secara lebih teliti. Andaikanlah kita membuat sebuah piranti (device) Di x =0 dan x = L masing-masing
terletak sebuah jam, sedangkan di x = L/2
terletak sebuah bola lampu kamera (flash
bulb). Kedua jam tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga baru berdetak
bila mereka menerima kilatan cahaya. Karena rambatan cahaya membutuhkan waktu
yang sama untuk mencapai kedua jam tersebut, maka keduanya akan mulai berdetak
secara bersamaan pada saat L/2C
setelah kilatan cahaya dipancarkan. Jadi kedua jam tersebut benar-benar
tersinkronkan.
Kita tinjau situasi yang sama ini dari sudut pandang
pengamat bergerak O’. Dalam kerangaka acuan O, terjadi dua peristiwa :
penerimaan sebuah sinyal cahaya oleh jam 1 di x1 = 0, t1= L/2c, dan oleh jam 2 di x2 =
L,t2= L/2c. Dengan menggunakan persamaan transformasi Lorentz, kita
dapati bahwa O’ mengamati jam 1 menerima sinyal tersebut pada saat

Sedangkan jam 2 pada saat

Jadi t’2 lebih kecil daripada t’1 sehingga
jam 2 tampak menerima sinyal lebih dulu daripada jam 1. Karena itu,kedua jam
tersebut berdetak pada dua saat yang berbeda dengan selang waktu sebesar

Menurut O’, Penting
untuk dicamkan bahwa beda waktu ini bukanlah efek pemuluran waktu, karena
pemuluran waktu dicirikan oleh suku pertama
persamaan transformasi Lorentz bagi t’, sedangkan keterlambatan pensinkronan
dicirikan oleh suku keduanya. O’ memang mengamati kedua jam tersebut
berjalan lambat. sebagai akibat efek
pemuluran waktu; O’ juga mengamati bahwa jam 2 berjalan sedikit lebih cepat
daripada jam 1. Selang waktu
yang diukur O’ antara saat kedua jam tersebut
mulai berdetak, memberikan, dengan menggunakan persamaan
bagi
pembacaan jam 2 ketika O melihat jam 1 pada pembacaan 0 (nol).


Oleh karena itu kita
peroleh kesimpulan berikut : dua peristiwa yang terjadi serempak dalam satu
kerangka acuan tidaklah serempak dalam kerangka acuan lain yang bergerak
relatif terhadap yang pertama,kecuali jika kedua peristiwa itu terjadi pada
tempat yang sama. (Dalam contoh diatas, jika L =0, sehingga kedua jam terletak
pada titik yang sama dalam ruang,maka keduanya akan sinkron dalam semua satu
kerangka acuan tidaklah perlu tetap).
Jadi, jam-jam yang sinkron dalam satu kerangka acuan tidaklah perlu
tetap sinkron dalam kerangka acuan lain yang dalam keadaan gerak relatif.
Permasalahan yang
lazim dikenal sebagai paradoks kembar.
Tinjau dua orang saudara kembar yang bermukim di Bumi. Andaikanlah salah
satunya, katakanlah yang bernama Casper, tetap berdiam di Bumi, sedangkan
saudara kembar perempuannya, Amelia, melakukan perjalanan antariksa dengan
sebuah pesawat roket menuju suatu plannet yang jauh. Casper, yang memahami
teori relativitas khusus, mengetahui bahwa jam saudari kembarnya akan berjalan
lambat relatif terhadap jam miliknya. Karena itu, Amelia akan lebih muda dari padanya
ketika ia tiba kembali di Bumi; ini tidak lain adalah apa yang tersirat dari
bahasan kita tentang efek pemuluran waktu. Namun, dengan mengingat kembali
bahasan tadi, kita ketahui bahwa bagi dua pengamat yang bergerak relative,
masing-masing akan berpendapat bahwa jam saudara kembarnya yang berjalan lambat.
Jadi, masalah ini dapat pula kita pelajari dari sudut pandang Amelia, yang
berpendapat bahwa Casper dan Bumilah (bersama dengan sistem tata surya dan
galaksi) yang melakukan perjalanan pulang pergi menjauhinya dan kemudian
kembali lagi. dalam keadaan seperti itu,
Amelia akan berpendapat bahwa jam saudara kembarnya (yang sekarang bergerak
relatif terhadapnya) yang berjalan lambat, sehingga bagi Amelia saudara
kembarnya Casper yang lebih muda daripadanya ketika mereka bertemu
kembali. Memang mungkin saja timbul
ketidak sepahaman tentang jam siapakah yang berjalan lambat terhadap jam milik
masing-masing saudara kembar ini, namun ini hanyalah masalah pemilihan kerangka
acuan belaka, ketika Amelia tiba kembali di Bumi (atau ketika Bumi kembali di
Amelia) semua pengamat haruslah sependapat tentang siapakah dari antara kedua
saudara kembar itu yang usianya lebih muda. Inilah paradoksnya masing-masing
saudara kembar itu memperkirakan bahwa yang lainnya yang lebih muda.
Pemecahan bagi
paradoks ini terletak pada peninjauan kita yang tidak simetris terhadap peran
kedua saudara kembar itu. Hukum-hukum relativitas khusus hanya berlaku bagi
kerangka lembam yang bergerak relative terhadap kerangka lainnya dengan
kecepatan tetap. Kita dapat memasok roket
Amelia dengan dorongan yang cukup kuat sehingga Amelia dan roketnya
mengalami percepatan untuk suatu selang waktu yang singkat, sehingga pesawatnya
mencapai suatu laju tetap yang meluncurkannya menuju planet tujuannya, jadi,
selama perjalanan Amelia ke planet tujuannya, hampir seluruh waktunya ia
habiskan dalam suatu kerangka acuan yang bergerak pada kecepatan tetap terhadap
casper. Tetapi, untuk kembali ke bumi, ia harus memperlambat dan membalikkan
pesawatnya. Meskipun gerak ini juga
dilakukan dalam selang waktu yang sangat singkat, perjalanan kembali Amelia berlangsung dalam suatu
kerangka acuan yang berbeda dari kerangka pada perjalanan perginya. “Loncatan”
Amelia dari suatu kerangka acuan ke yang lainnyalah. Yang menyebabkan usia
kedua saudara kembar ini tidak simetri. Hanya Amelia yang harus “meloncat” ke
suatu kerangka acuan baru agar dapat kembali, dan karena itu semua pengamat
akan sependapat bahwa Amelia-lah yang “sebenarnya’ bergerak, sehingga dengan
demikian jam miliknya yang “sebenarnya”
berjalan lambat; oleh Karena itu, Amelia-lah yang lebih muda ketika ia tiba
kembali di bumi.
Marilah kita membuat
bahasan ini lebih kuantitatif dengan beberapa contoh numeric (angka). Seperti
pada pembahasan di atas, kita menganggap bahwa percepatan dan perlambatan
berlangsung dalam selang waktu yang sangat singkat, sehingga seluruh usia
Amelia terhitung selama perjalannya saja. Untuk menyederhanakan, kita akan
menganggap bahwa planet jauh tersebut diam terhadap bumi; pilihan ini tidak
mempengaruhi kesimpulan persoalannya, tetapi sekedar mengabaikan perlunya diperkenalkan kerangka acuan lain. Andaikan
planet itu berjarak 12 tahun cahaya dari bumi, dan bahwa Amelia bergerak dengan
laju 0,6 c. maka menurut casper,
saudarinya membutuhkan waktu 20 tahun (20 tahun
untuk mencapai planet itu dan 20 tahun lagi
untuk tiba kembali di bumi, dan oleh karena itu saudarinya berpergian untuk
total waktu 40 tahun. (Tetapi, casper tidak akan dapat mengetahui apakah
saudari kembarnya telah tiba di planet itu sampai sinyal cahaya yang membawa
berita tentang ketibaannya di sana mencapai bumi. Karena cahaya membutuhkan
waktu 12 tahun untuk menempuh jarak bumi-planet, maka barulah 2 tahun kemudian
setelah keberangkatan Amelia, casper ‘melihat” saudarinya tiba di planet itu.
Delapan tahun kemudian ia kembali di bumi). Dari kerangka acuan Amelia pada
roket, jaraknya ke planet menyusut dengan faktor sebesar
0,8,
dan arena itu jarak ini adalah 0,8
pada laju 0,6 c ini, Amelia akan mengukur lama
waktu 16 tahun bagi perjalanannya menuju planet tujuannya, sehingga dengan
demikian ia membutuhkkan total waktu 32 tahun bagi perjalanan pergi-pulangnya.
Jadi, casper berusia 40 tahun, sedangkan Amelia hanya berusia 32 tahun, dan
memang benar bahwa Amelia-lah yang lebih muda setelah kembali di bumi. Kita
dapat mempertegas analisis ini dengan meminta casper setiap tahun mengirimkan
suatu sinyal cahaya, pada saat ia berulang tahun, kepada saudari kembarnya.
Kita ketahui bahwa frekuensi sinyal yang diterima Amelia akan mengalami
pergeseran Doppler. Selama perjalanan pergi, Amelia akan menerima sinyal
tersebut pada laju (frekuensi terima) (1/th)
= 0,5/th, sedangkan untuk perjalanan balik,
laju sinyal yang diterimanya adalah
(1/th)
atau 2/tahun. Jadi, untuk 16 tahun pertama,
selama perjalanan Amelia menuju planet, ia akan menerima 8 sinyal, sedangkan
selama 16 tahun perjalanan pulangnya ia akan menerima 32 sinyal, jadi total 40
buah sinyal. Empat puluh sinyal yang diterimanya ini menunjukkan bahwa saudara
kembarnya telah merayakan 40 kali pesta ulang tahun selama 32 tahun
kepergiannya.





2.7 Uji Percobaan Teori Relativitas Khusus
2.7.1
Ketidakberadaan Eter
Sebelumnya kita sudah membahas percobaan Michelson-Morley
dan kaitannya dengan teori relativitas khusus. Ternyata selama kurang lebih 100
tahun sejak percobaan pertamanya dilakukan, percobaan dasarnya telah diulangi
berkali-kali dengan beragam variasi dan perbaikan kepekaan yang terus
ditingkatkan. Namun, dalam semua percoaan itu, tidak ada satu pun bukti nyata
yang diamati tentang perubahan laju cahaya terhadap arah, meskipun kepekaan
percobaannya telah ditingkatkan menjadi sepuluh kali lebih teliti daripada
kepekaan percobaan semula.
2.7.2. Pemuluran Waktu
Efek pemuluran waktu telah kita bahas pada peristiwa
pemuluran muon yang terciptakan oleh sinar kosmik. Contoh lainnya adalah
peluruhan partikel elementer berkecepatan tinggi yang dapat diselidiki dalam
laboratorium. Salah satu partikel seperti ini adalah partikel meson pi, yang
memiliki usia hidup sekitar 26 x 10-9 s (26 ns). Ini merupakan suatu
selang waktu yang ssangat serasi bagi percobaan laboratorium- cukup panjang
sehingga meson pi, yang terciptakan pada proses tumbukan antara
partikel-partikel lain dapat dikendalikan geraknya agar ia berhenti sebelum
meluruh, yang memungkinkan dilakukannya pengukuran usia hidup sejatinya; usia
hidup ini juga cukup singkat sehingga meson Pi yang bergerak dengan laju yang
menghampiri laju cahaya tidak akan menempuh jarak yang lebih panjang daripada
ukuran memadai sebuah laboratorium (yakni sekitar 10 hingga 20 m) sebeum ia
meluruh. Pengukuran usia hidup sejati (dengan memberhentikan meson pi) member
nilai 26,0 ns. Pengukuran usia hidup meson pi yang bergerak dengan laju v/c =
0,913 memberi hasil 63,7 ns dalam kerangka acuan laboratorium. Usia hidup ini
ternyata lebih lama daripada usia hidup sejatinya dikarenakan memulurnya waktu
dalam kerangka acuan meson pi yang bergerak. Factor pemuluran waktunya adalah
(1- v2/c2)1/2
= 0,408, sehingga pengukuran usia hidup 63,7 ns setara dengan usia usia
hidup luruh 63,7 x 0,408 = 26,0 ns dalam kerangka acuan meson pi dalam keadaan
diam. Jadi, efek pemuluran waktu denagn demikian terbukti kebenarannya.
2.7.3.
Massa Relativitas
Jika suatu benda bergerak dengan laju v mendekati
kecepatan cahaya c, maka massanya selalu lebih besar dari massa diamnya.

Keterangan:
m
= massa benda yang bergerak dengan laju v
m0
= massa benda dalam keadaan diam
v
= kecepatan benda
c
= kecepatan cahaya
2.7.4. Kesetaraan Massa dan Energi
Jika suatu benda yang bermassa
m berubah seluruhnya menjadi energi, maka besarnya energi tsb adalah :

Keterangan:
E = energi (Joule)
m = massa benda (kg)
c = kecepatan cahaya
Untuk benda bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan
cahaya, energi kinetiknya adalah:




Ek = energi kinetik
2.7.5. Ketidakubahan Laju cahaya
Laju cahaya
memang bergantung pada gerak sumber atau pengamat, maka hal ini dapat kita
nyatakan sebagai c’ = c + ku,
dimana c adalah laju cahaya dalam
kerangka diam sumber, c’ laju cahaya
diukur dalam kerangka acuan yang bergerak, dan u laju relative kedua kerangka acuan. Variabel k adalah bilangkan yang ditentukan oleh eksperimen ; menurut
relativitas khusus, k adalah 0,
sedangkan menurut relativitas Galileo, k
sama dengan 1.
Salah
satu percobaan dari jenis ini adalah yang bertujuan mempelajari pemancaran
sinar X oleh sebuah pulsar suatu system bintang ganda, yaitu suatu sumber sinar
X berdenyut cepat yang mengorbit mengelilingi bintang rekannya, sehingga
menggerhanakan sang pulsar dalam gerak orbitnya. Jika laju cahaya (dalam hal
ini sinar X) berubah ketika pulsar dalam gerak orbitnya bergerak menuju dan
kemudian menjauhi Bumi, maka awal dan akhir gerhana akan terjadi pada saat
dengan selang waktu berbeda, dihitung terhadap saat gerhana maksimum. Ternyata,
efek ini tidak teramati, dan dari sejumlah pengamatan terhadap beberapa system
seperti ini, disimpulkan bahwa k<
2 x 10-9, sesuai dengan ramalan teori relativitas khusus.
2.7.6. Paradoks Kembar
Dari
masalah pemuluran waktu ada kejadian
yang menarik adalah gejala yang terkenal dengan sebutan paradoks kembar.
Misalnya ada 2 orang kembar, Yona dan Pasca. Yona pergi berpetualang saat
berumur 25 tahun menuju kesebuah planet X yang berjarak 30 tahun cahaya dari
bumi. Pesawat antariksanya dapat dipercepat sampai mencapai kelajuan cahaya.
Setelah tiba di planet X, Yona menjadi sangat rindu dengan rumahnya dan segera
kembali ke Bumi dengan kelajuan sangat tinggi yang sama. Ketika tiba di Bumi,
Yona sangat terkejut karena melihat kota yang ditinggalkannya telah berbah
menjadi kota supermodern dan saudara kembarnya, Pasca, telah berusia 75 tahun
dan menderita sakit tua. Yona sendiri hanya bertambah usia 10 tahun menjadi 35
tahun. Ini terjadi karena proses biologi dalam tubuhnya mengalami perlambatan
selama perjalanannya mengarungi antariksa. Letak paradoksnya adalah : dari
kerangka acuan Pasca, dia adalah diam sementara saudaranya Yona bergerak degan
kecepatan sangat tinggi. Pada pihak lain, menurut Yona, dia adalah diam
sementara saudara kembarnya di bumi bergerak menjauhinya kemudian mendekatinya.
Pemecahan masalah paradoks tersebut bergantung pada ketidaksimetrisan kehidupan
pasangan kenbar itu. Dalam seluruh hidupnya, Pasca yang di Bumi selalu berada
dalam kerangka acuan inersial, kecuali periode singkat ketika Yona membalikkan
pesawatnya menuju Bumi, tetapi periode ini dapat diabaikan. Dengan demikian,
perhitungan Pasca sebagai acuan dalam menghitung selang waktu perjalanan Yona
adalah sah (benar) menurut teori relativitas khusus. Sebaliknya, Yona mengalami
sederetan percepatan dan perlambatan selama perjalanannya ke planet X dan
kembali ke rumah, dan karena itu ia tidak selalu dalam gerak lurus beraturan.
Ini berarti Yona berada dalam suatu kerangka acuan non-inersial selama sebagian
waktu dari perjalanannya, sehingga perhitungan selang waktu berdasarkan teori
relativitas khusus adalah tidak sah dalam kerangka acuan ini. Jadi, kesimpulan
yang benar adalah petualang angkasa selalu lebih muda ketika kembali ke Bumi.
DAFTAR PUSTAKA
Gautreau, Ronald dan William Savin. 1999. Teori dan Soal-Soal Fisika
Modern. Jakarta : Erlangga.
Kranee, Kenneth. 1992. Fisika Modern. Jakarta : Erlangga.
Kanginan, Marthin. 1995. Fisika. Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar