Selasa, 30 Juni 2015

Makalah Fisika Modern (Teori Relativitas Khusus)



MAKALAH
FISIKA MODERN
“TEORI RELATIVITAS KHUSUS”




                                                                                                           

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I & II
MUH. SOFYAN              (A1C313040)
SURIATI                          (A1C313064)
IQRAM                            (A1C313104)
HARTINA                       (A1C313012)
LAHUSONO                    (A1C313024)
SRI AYU NINGSIH        (A1C313060)


JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

BAB II
TEORI RELATIVITAS KHUSUS

2.1    Kegalalan Relativitas Klasik
Relativitas klasik (yang diperkenalkan pertama kali oleh Galileo Galilei dan didefinisikan ulang oleh Sir Isaac Newton) mencakup transformasi sederhana diantara benda yang bergerak dan seorang pengamat pada kerangka acuan lain yang diam (inersia).
Pandangan tentang alam, yang berasal dari Galileo mengatakan bahwa:
v Ruang dan waktu adalah mutlak.
v Setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan) kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang dilakukan dalam kerangka acuan.mutlak, yaitu suatu sistem koordinat kartesius semesta yang padanya tercantumkan jam-jam mutlak . Contoh pada azas kelembaman (inersia) Galileo, mengatakan bahwa sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar. Bila kita mencoba menguji asas ini dalam sebuah kerangka acuan yang mengalami percepatan, seperti sebuah mobil yang berhenti secara mendadak, atau sebuah komidi putar yang berputar dengan sangat cepat, kita akan dapati bahwa azas ini tidak berlaku (dilanggar). Jadi hukum I Newton (kelembaman), tidak berlaku dalam kerangka acuan yang mengalami percepatan, kecuali dalam kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan konstan. Kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan konstan disebut kerangka acuan lembam (inersial).Peristiwa-peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka lembam dapat tampak berbeda bagi masing-masing pengamat dalam tiap kerangka itu. Tetapi, mereka semua akan sependapat bahwa hukum-hukum Newton, kekekalan energi, dan seterusnya, tetap berlaku dalam kerangka acuan mereka.
 Perbandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relative terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yangpaling sederhana.

2.1.1        Transformasi Galileo
Pada sudut pandang klasik atau Galileo, jika terdapat dua kerangka acuan S dan S′ yang masing-masing dicirikan dengan sumbu koordinat yang ditunjukkan Gambar di bawah. 
Kerangka acuan S bergerak ke kanan dengan kecepatan v relatif terhadap kerangka S
Ket.Gambar: Kerangka acuan S bergerak ke kanan dengan kecepatan v relatif terhadap kerangka S. Sumbu x dan x' saling berimpitan, dan diasumsikan kerangka S′ bergerak ke kanan (arah x) dengan kecepatan v relatif terhadap S. Untuk menyederhanakan, diasumsikan bahwa acuan O dan O' dari kedua kerangka acuan saling berimpit pada t = 0.

Sekarang, dimisalkan terjadi sesuatu di titik P yang dinyatakan dalam koordinat x ', y ', z' dalam kerangka acuan S' pada saat t'. Bagaimana koordinat P di S ? Perlu diketahui, karena S dan S' mula-mula berimpitan, setelah t, S' akan bergerak sejauh vt'. Sehingga pada saat t ' akan berlaku:

x = x' + vt' .................................................................................... (1)
y = y'............................................................................................. (2)
z = z' ............................................................................................. (3)
t = t '.............................................................................................. (4)

Persamaan-persamaan tersebut dinamakan persamaan transformasi Galileo.
Jika titik P pada Gambar di atas menunjukkan sebuah benda yang bergerak, maka komponen vektor kecepatannya di S' dimisalkan ux', uy', uz'. Diperoleh:
ux' =   ,   uy' =   ,  dan  uz' =  
Jika pada t1' partikel berada di x1′ dan sesaat kemudian, t2 berada di x2′, diperoleh:
persamaan transformasi Galileo

Jadi, kecepatan P seperti terlihat dari S akan memiliki komponen ux, uy, dan uz. Untuk komponen yang berhubungan dengan komponen kecepatan di S' diperoleh:
persamaan transformasi Galileo

Dapat disimpulkan bahwa:
ux = ux' + v ................................................................................... (6)
uy = uy' ......................................................................................... (7)
uz = uz' .......................................................................................... (8)
yang disebut persamaan transformasi kecepatan Galileo.
Contoh Soal 1:
Dua mobil melaju dengan laju tetap di sepanjang sebuah jalan lurus dalam arah yang sama. Mobil A bergerak dengan laju 60 km/jam, sedangkan mobil B 10 km/jam. Masing-masing laju ini diukur relatif terhadap seorang pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhadap mobil B?

Jawab :
Misalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil A bergerak dengan laju v = 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u = 10 km/jam. Maka
          v’ = v – u  = 60 km/jam – 10 km/jam = 50 km/jam

Contoh Soal 2 :
Sebuah transformasi koordinat x' pada transformasi Galileo dinyatakan oleh x' = x – vt. Buktikan bahwa transformasi Galileo untuk kecepatan adalah ux' = ux' – v!

2.1.2        Eksperimen Michelson-Morley
 Tahun 1887, Albert A. Michelson (1952-1931) bersama rekannya Edward Morley (keduanya dari negeri “Paman Sam”) menemukan suatu cara untuk menyelidiki ketergantungan kecepatan cahaya terhadap pengamat. Dengan memanfaatkan interferensi cahaya, mereka yakin bisa mengetahui perubahan nilai kecepatan cahaya secara sangat teliti. Perbedaan sekecil 1 per 1010 pun katanya masih bisa diukur dengan perangkat buatan mereka. Alat yang mereka buat itu dinamakan interferometer. Sampai sekarang, metode ini masih dimanfaatkan untuk mempelajari sifat interferensi gelombang (cahaya).

Foto-0125.jpg         
(Gambar: Diagram Skematis Interferometer Michelson)
Di dalam rangkaian interferometer, terdapat 2 buah cermin yang diletakkan saling tegak lurus. Di bagian tengahnya, terdapat sebuah cermin separo perak (beam splitter) yang jika diletakkan pada sudut 45O terhadap cermin 1 (fixed mirror) dan cermin 2 (moveable mirror) dapat membagi sinar datang menjadi 2 bagian secara tegak lurus. Salah satu sinar akan mengarah ke cermin 1, sedangkan yang lainnya mengarah ke cermin 2.
Awalnya Michelson-Morley menganggap bahwa eter itu ada sehingga mereka mengandaikan eksperimennya seperti gerak perahu. Michelson-Morley berasumsi, jika eter itu ada, maka kelajuannya v (analog dengan arus sungai) dapat ditentukan melalui persamaan. Mereka kemudian berusaha mengukur perbedaan waktu tempuh A dan B. Ternyata hasilnya nihil. Dengan demikian, Untuk meyakinkan hasil tersebut, mereka juga mencoba mengukur pergeseran pola interferensi yang terbentuk pada layar seperti inset dalam gambar di bawah. Namun tetap saja hasilnya nihil. Ketika eksperimen dilakukan pada musim yang berbeda setiap tahunnya dan pada lokasi yang berbeda, kesimpulannya selalu identik: tidak diperoleh pergeseran pola interferensi.
u.jpg
(gambar: pola interferensi pada Diagram Skematis Interferometer Michelson).

2.2    Postulat Einstein

Text Box:  Pada tahun 1800-an, terjadi permasalahan pada relativitas ketika diaplikasikan pada cahaya. Karena cahaya ketika gelombang merambat melalui alam semesta terdapat substansi eter yang mempunyai kerangka acuan sama. Michelson-Morley melakukan sebuah eksperimen bahwa bagaimanapun juga telah mengalami kegagalan  untuk mendeteksi gerak bumi relatif terhadap eter, dan tidak ada seorangpun yang bisa menjelaskan fenomena ini. Terdapat salah interpretasi klasik dari relativitas jika diaplikasikan pada cahaya kemudian Einstein merevisi ulang sehingga memunculkan pemahaman baru yang lebih matang terhadap fenomena ini.
Pada tahun 1905, Albert Einstein mempubilkasikan makalah yang berjudul, “On the Electrodynamics of Moving Bodies” atau dalam bahasa Indonesianya kurang lebih demikian,”Elektrodinamika benda bergerak” dalam jurnal Annalen der physic. Makalah yang menyajikan teori relativitas khusus, berdasarkan dua postulat utama, Yaitu :
Postulat I :” Hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan yang berbentuk sama dalam semua kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap satu sama lain.
Postulat ini menyatakan ketiadaan kerangka acuan universal. Jika dua pengamat berada dalam kerangka acuan lembam dan bergerak dengan kecepatan sama relatif terhadap pengamat lain, maka kedua pengamat tersebut tidak dapat melakukan percobaan untuk menentukan apakah mereka bergerak atau diam. Bayangkan ini seperti saat kita berada di dalam sebuah kapal selam yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kita tidak akan dapat mengatakan apakah kapal selam tengah bergerak atau diam. Contoh lain, ketika pesawat sedang terbang dengan kecepatan tetap, seorang pramugari dengan santainya membagikan makanan kepada para penumpang karena dia tidak merasakan bahwa pesawat sedang terbang, yang dia rasakan pesawat tersebut sedang diam (coba kalau dia membagikan makanan di dalam metromin. Benar atau salahkah jika pramugari tersebut mengatakan bahwa pesawat tersebut diam berdasarkan apa yang dia rasakan?

Postulat II :  Cepat rambat cahaya di dalam ruang hampa ke segala arah adalah sama untuk semua pengamat, tidak tergantung pada gerak sumber cahaya maupun pengamat.”
Postulat kedua adalah sebuah konsekuensi dari foton yang tak bermassa bergerak dengan kecepatan cahaya pada ruang hampa. Eter tidak lagi memiliki peran khusus sebagai kerangka acuan inersia “mutlak” alam semesta, jadi bukan hanya tidak perlu, tetapi juga secara kualitatif tidak berguna di dalam relativitas khusus. Sebagai contoh pada kasus sederhana misalkan sebuah kereta api sedang bergerak dengan kecepatan 10 km/jam lalu ada seorang pedagang asongan di dalam kereta berjalan ke arah depan dengan kecepatan 2 km/jam. Menurut pengamat yang diam di pinggir rel kereta pedagang asongan tersebut bergerak dengan kecepatan 12 km/jam (10 km/jam + 2 km/jam). Hasil pengamatan Pengamat tersebut sesuai dengan teori gerak Newton.
2.3    Akibat Postulat Einstein
Teori Einstein membawa akibat-akibat yang sangat luas dirasakan agak menyimpang dari pengalaman-pengalaman yang kita peroleh sehari-hari sebagai Efek dari Relativitas Khusus. Diantaranya adalah :

1. Kecepatan Relatif

Teori Relativitas Einstein,contoh Teori Relativitas Einstein,penerapan Teori Relativitas Einstein,aplikasi Teori Relativitas Einstein
Jika ada sebuah pesawat (acuan O’) yang bergerak dengan kecepatan v terhadap bumi (acuan O) dan pesawat melepaskan bom (benda) dengan kecepatan tertentu maka kecepatan bom tidaklah sama menurut orang di bumi dengan orang di pesawat. Kecepatan relatif itu memenuhi persamaan berikut.
1 
dengan :
vx = kecepatan benda relatif terhadap pengamat diam (m/s)
vx = kecepatan benda relatif terhadap pengamat bergerak (m/s)
v = kecepatan pengamat bergerak (O’) relatif terhadap pengamat diam (O)
c = kecepatan cahaya

2. Dilatasi waktu (Perpanjangan Waktu)

Waktu yang diamati oleh pengamat yang diam (https://i1.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Main/Regular/100/0394.pnghttps://i0.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Math/Italic/100/0074.png https://i1.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Main/Regular/071/0030.png  ) dengan waktu yang diamati oleh pengamat yang bergerak dengan kecepatan v adalah berbeda, dimana :https://i1.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Main/Regular/100/0394.pnghttps://i0.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Math/Italic/100/0074.png  adalah waktu yang tercatat menurut pengamatan pengamat yang bergerak dengan kecepatan v.
2 
dengan :
Δt = selang waktu menurut pengamat yang bergerak terhadap kejadian
Δt0 = selang waktu menurut pengamat yang diam terhadap kejadian

Analisa ini menunjukkan bahwa benda yang bergerak relatif lebih lambat waktunya bila dibandingkan dengan benda yang dalam keadaan diam. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Fenomena Anak Kembar (Paradoks Kembar).

3. Kontraksi Panjang .

Kontransi panjang adalah penyusutan panjang suatu benda menurut pengamat yang bergerak. Penyusutan ini memenuhi persamaan berikut.
L=L_{0}\sqrt{1-\frac{V^{2}}{c^{2}}}
dengan :
L = panjang benda menurut pengamat yang bergerak relatif terhadap benda
L0 = panjang benda menurut pengamat yang diam relatif terhadap benda

4. Massa Relavistik

Massa benda yang teramati oleh pengamat yang tidak bergerak terhadap benda, berbeda dengan massa yang teramati oleh pengamat yang bergerak dengan kecepatan v terhadap benda.
4
m = adalah massa yang teramati oleh pengamat yang bergerak dengan kecepatan v terhadap tanah dan https://i2.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Math/Italic/120/006D.png https://i1.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Main/Regular/085/0030.png   massa yang teramati oleh pengamat yang tidak bergerak terhadap benda.


5. Energi Relativistik

Didalam mekanika relativistik, benda yang dalam keadaan diam dengan massa diam https://i2.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Math/Italic/120/006D.png https://i0.wp.com/cdn.mathjax.org/mathjax/latest/fonts/HTML-CSS/TeX/png/Math/Italic/085/006F.png   memiliki energi sebesar:
5A
dan energi benda yang sedang bergerak dengan kecepatan konsten sebesar v adalah memiliki energi total (mekanik) sebesar:
5B
sehingga energi kinetik benda adalah:
5C
atau
5D
untuk v << c maka
5E 

2.4. Transformasi Lorentz
Untuk melukiskan gerak dengan cara lebih cepat, digunakan sistem salib sumbu sebagai kerangka acuan. Kedudukan benda atau titik materi dari pengamat pertama dinyatakan dengan koordinat terhadap kerangka acuan pertama, yaitu (x,y,z). Pengamat kedua akan menggunakan koordinat terhadap kerangka acuan kedua dalam menyatakan kedudukan benda atau titik materi yang sama, yaitu (x’ , y’ , z’ ). Hubungan antara (x, y, z) dan ( x’ , y’ , z’ ) dinamakan hubungan transformasi koordinat.
Pada gambar 1.1 dilukisakan dua kerangka acuan S dan S’ bergerak dengan kecepatan tetap . Pada saat t=0, kedua kerangka acuan dalam keadaan berimpit. Sebuah titik P berada pada sumbu x, letaknya dinyatakan dengan koordinat-koordinat x dan x’ yang memiliki hubungan transformasi:
Jika  adalah jarak antara kedua kerangka acuan maka , sehingga hubungan transformasi koordinat menjadi
Apa akibatnya jika titik P bergerak dengan kecepatan v terhadap kerangka acuan S’? pada saat , hubungan antara x dan x’ adalah
Pada saat , hubungan antara x dan x’ adalah
Jadi, selama selang waktu  titik P dengan kecepatan
 adalah kecepatan gerak titik P menurut pengamat yang berada pada kerangka acuan S’, sehingga persamaan di atas dapat dituliskan :
           ......................  (1.1)
Perumusan itu tidak sesuai dengan rumus relativistik penjumlahan kecepatan dari Einstein.
Kesalahan dari perumusan di atas menurut Einstein adalah mengenai pengertian tentang waktu. Selama ini kita selalu beranggapan bahwa selang waktu yang digunakan dalam kerangka acuan S’. Suatu anggapan yang belum pernah dibuktikan. Apabila t adalah selang waktu yang digunakan pengamat yang berada dalam kerangka acuan S dan t’ selang waktu yang digunakan pengamat yang berada dalam kerangka acuan S’ maka hubungan transformasi itu dirumuskan.
   ........... (1.2)
Jika yang bergerak adalah kerangka acuan S terhadap kerangka acuan S’ maka hubungan transformasinya adalah
   ........... (1.3)
Karena pengamatan melukisakan peristiwa yang sama maka persamaan (1.3) harus identik dengan persamaan (1.2) sehingga :
Jadi,                 ........... (1.4)
Jika persamaan (1.4) disubstitusikan pada persamaan (1.2) atau persamaan (1.3), maka diperoleh rumus transformasi lorentz, sebagai berikut :
                        ........... (1.5)
y = y’
z = z’
Andaikan sebuah objek yang diamati bergerak dengan kecepatan v = (vx, vy, vz). Untuk mencari kecepatan v’ = (v’x, v’y, v’z). Maka kita perlu menggunakan transformasi kecepatan lorentz sebagai  berikut :
Ketiga hubungan ini merupakan akibat langsung dari persamaan transformasi lorentz di depan. Sebagai contoh, berikut akan diturunkan pernyataan transformasi bagi v’y, sedangkan penurunan v’x dan v’z akan dibahas pada contoh di bawah.


Contoh :
Dua buah roket saling mendekat sepanjang suatu garis lurus. Masing-masing roket bergerak dengan laju 0,5c relatif terhadap seorang pengamat bebas di tengah keduanya. Dengan kecepatan berapakah pengamat roket yang satu mengamati roket yang lain mendekatinya?
Pemecahan:
Misalkan O menyatakan pengamat bebas, dan O’ salah satu roketnya. Maka “peristiwa” yang sedang mereka amati adalah mendekatnya roket kedua, seperti dalam diagram berikut.
Pengamat O melihat roket 2 bergerak dengan kecepatan Vx = -0,5c. Pengamat O’ (roket 1) sedang bergerak relatif terhadap O dengan kecepatan u = 0,5c. Maka dengan menggunakan persamaan transformasi bagi vx.
Perhatikan bahwa hasil ini ternyata lebih kecil daripada kecepatan relatif -0,5c – 0,5c = -c yang diramailkan transformasi Galileo. Karena teori relativitas khusus mensyaratkan bahwa nilai c adalah laju batas tertinggi bagi semua gerak relatif, maka kedua roket itu tidak pernah akan bergerak dengan laju yang lebih besar daripada c, dam persyaratan ini dijamin oleh bentuk transformasi kecepatan Lorentz. Sebagai contoh, jika sebagian gantinya 0,5c, laju masing-masing roket adalah 0,999c, maka kita akan memperoleh.
Ketimbang -1,998c menurut transformasi galileo.

2.5    Dinamika Relativistik
Kita telah melihat bagaimana kedua postulat Einstein menuntut kita kepada suatu penafsiran “relatif” baru terhadap konsep-konsep mutlak yang dianut sebelumnya seperti panjang dan waktu. Juga darinya kita berkesimpulan bahwa konsep klasik kita tentang laju relatif tidak lagi benar. Dengan demikian, cukup beralasan bagi kita untuk menanyakan sejauh manakah revolusi konsep ini mengubah tafsiran kita terhadap berbagai konsep fisika. Kedua hukum kekekalan ini (momentum linear bersama dengan hukum kekealan momentum sudut) dapat diperlihatkan merupakan akibat dari kehomogenan (homogeneity) dan keistropoian (isotropy) alam semesta. Pengertian ketidakubahan (invariance) ini terhadap translasi dalam waktu dan ruang, dan terhadap rotasi (pemutaran) dalam ruang dapat diperlihatkan setara dengan konsep kita tentang kekekalan energi, momentum linear, dan momentum sudut. Dengan demikian, membuang konsep-konsep ini menyiratkan bahwa kita hidup dalam suatu alam semesta yang sangat aneh. Karena itu, kita beranggapan bahwa alam semesta kita memiliki semacam struktur yang sangat serasi, dan bahwa hukum-hukum ini tetap berlaku, namun dengan catatan bahwa relativitas khusus mungkin menghendaki suatu pendefinisian ulang terhadap besaran-besaran dinamika dasar. Kita sebenarnya dapat dengan segera menebak bahwa ini memang merupakan sesuatu hal yang perlu dilakukan. Andaikanlah kita kenakan suatu gaya tetap F pada sebuah benda bermassa m, yang memberikan percepatan a = F/m. Jika gaya tersebut kemudian kita kenakan selama suatu selang waktu yang cukup lama, maka dinamika klasik meramalkan bahwa partikelnya akan terus bertambah lajunya hingga melampaui laju cahaya. Tetapi, kita ketahui bahwa transformasi Lorentz memberi hasil yang tidak bermakna fisika bila u ≥ c. Jadi, kita memerlukan sehimpunan hukum dinamika baru yang mencegah benda mengalami percepatan sehingga melaju melampaui laju cahaya.
Marilah kita awali bahasan ini dengan meninjau persoalan berikut, yang telah anda pelajari dengan menggunakan dinamika Newton. Andaikanlah dua massa identik saling mendekati, masing-masing dengan laju v. Setelah bertumbukan, kita peroleh sebuah massa 2m dalam keadaan diam. Ini adalah gambaran menurut pengamat O dalam laboratorium.
Marilah kita sekarang beralih kesuatu kerangka acuan yang bergerak dengan laju v ke kanan. Menurut mekanika klasik, massa 1 akan tampak diam, sedangkan massa 2 akan tampak mendekat dengan laju 2v. Tetapi, transformasi Lorentz ternyata memberi hasil yang berbeda. Misalkan O’ bergerak ke kanan dengan laju u = v. Maka menurut O’, kecepatan massa 1 adalah:
v1’ =  =  = 0
(karena semua kecepatan searah dengan sumbu x, maka kita telah dan akan mengabaikan indeks bawah x), dan kecepatan massa 2 adalah (dengan v2 = - v menurut O).
v2’ =  =  =
Kecepatan massa gabungan 2m adalah
V’ =  =  = - v
Berikut adalah ilustrasi percobaan tersebut sebagaimana dilihat oleh O’:
Menurut O, momentum linear sebelum dan setelah tumbukan adalah
pawal = m1 v1’ + m2 v2’ = m (0) +  =
pakhir = 2 mV’ = 2 m(-v) = -2mv
Menurut O’,
p’awal = m1 v1’ + m2 v2’ = m (0) + m  =
                         pakhir = 2 mV’ = 2 m(-v) = -2 mv
Karena menurut pengukuran O’, p’awalp’akhir, maka bagi O’ momentum linear tidak kekal.
Menurut bahasan di depan, kita cenderung berusaha mempertahankan kekekalan momentum linear dalam semua kerangka acuan. Kita ketahui bahwa semua kecepatan telah kita tangani dengan benar, sehingga dengan mengingat bahwa momentum hanyalah melibatkan massa dan kecepatan, maka kesalahan tentu terletak pada penanganan kita terhadap massa. Sejalan dengan bahasan kita tentang penyusutan panjang dan pemuluran waktu, marilah kita membuat anggapan bahwa bagi besaran massa terhadap pula pertambahan massa relativistik, menurut hubungan berikut:
m = 
mo disebut massa diam dan seperti dengan panjang sejati dan waktu sejati, ia diukur terhadap kerangka acuan yang terhadapnya benda diam. Dalam kerangka acuan lainnya, massa relativistik m akan lebih besar daripada mo. (perhatikan bagaimana konsep ini mengatasi melampaui laju cahaya. Ketika laju objek menghampiri laju cahaya, massanya menjadi besar sekali, sehingga gaya yang bekerja menjadi kurang efektif untuk menghasilkan suatu percepatan. Pada saat massanya menjadi tidak hingga, maka tidak ada lagi percepatan yang dapat dihasilkan oleh suatu gaya hingga, dengan demikian kita tidak pernah dapat mencapai atau melampaui laju cahaya).
Marilah kita periksa bagaimana definisi massa relativistik ini mempertahankan kekekalan momentum dalam kerangka acuan O dan O’. Nyatakan massa yang diukur oleh O dengan m1, m2, dan M (massa gabungan), dan yang oleh O’ dengan m’1, m’2, dan M’. Anggaplah kedua objek ini memiliki massa diam mo yang sama. Maka menurut O, kedua massa itu adalah:
m1 =                  dan                   m2 = 
karena v1 = v2 = v ; juga
M = m1 + m2 = 
Karena massa gabungan ini diam dalam kerangka acuan O, maka massa M adalah massa diamnya, yang selanjutnya kita nyatakan dengan Mo. Menurut O’, m’1 diam, jadi m’1 = m0. Karena m’2 bergerak dengan laju v’2 = - 2v/(1 + v2/c2), maka
m’2=   = m0
Massa gabungan M’ bergerak dengan laju V’ = -v, jadi
M’ =
Jika kita substitusikan hasil yang kita peroleh bagi Mo, yaitu Mo= , maka kita peroleh
M’ =
Tampak bahwa definisi massa yang baru ini berhasil mempertahankan kekekalan momentum menurut O, karena  pawal = m1v1 + m2v2 tetap sama dengan nol, seperti p akhir. Selanjutnya, marilah kita periksa pernyataan momentum awal dan akhir dalam kerangka acuan O’:
p’awal= m’1 v’1 + m’2 v’2
                                                                = mo (0) + mo
                                                      =
Dan
p’akhir= M’V’ =  (-v) =
Karena p’awal = p’akhir, maka definisi baru kita tentang massa relativistik di atas telah memungkinkan kita untuk mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam kedua kerangka acuan. Dan ternyata, definisi massa relativistik ini berhasil mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam semua kerangka acuan, tidak dalam hanya dalam kedua kerangka acuan khusus yang kita tinjau dalam contoh kasus ini.
Selain mendefinisikan massa relativistik seperti yang kita lakukan di atas, kita dapat pula mendefinisikan ulang momentum relativistik sebagai berikut
p =
Definisi ini ternyata merupakan pilihan yang terbaik, karena beberapa alasan berikut: kita dapat memperluasnya dengan mudah kerumusan dua atau tiga dimensi, dan juga definisi ini menghindarkan kita dari kebingungan penggunaan massa relativitik pada kasus-kasus dalam mana pernyataan yang berlaku. Sebagai contoh, kita tinjau percobaan berikut. Dua massa m1 dan m2 yang berjarak pisah r saling tarik-menarik menurut hukum gravitasi, F = Gm1m2/r2. Kedua massa ini dihubungkan oleh sebuah pegas berskala yang mencatat gaya antara keduanya. Pengamat O’ berada dalam sebuah pesawat roket yang bergerak menjauhi kedua massa itu dalam arah tegak lurus garis hubung m1dan m2. Jika kita misalnya, menyisipkan pernyataan massa relativistik ke dalam pernyataan klasik bagi gaya di atas, maka kita akan menyimpulkan bahwa O dan O’ akan mengamati pembacaan yang berbeda pada skala pegas yang sama. Ini jelas tidak mungkin! Seperti yang akan kita perlihatkan nanti, sungguh keliru memperlakukan semua persamaan dinamika seperti yang kita lakukan di atas dengan sekedar menggantikan massa klasik dengan massa relativistik. Khususnya, tidaklah benar menuliskan energi kinetik sebagai ½ mv2 dengan menggunakan massa relativistik.
Energi kinetik dalam fisika klasik didefinisikan sebagai usaha sebuah gaya luar yang mengubah laju sebuah objek. Definisi yang sama tetap kita pertahankan berlaku pula dalam mekanika relativistik (dengan membatasi bahasan kita pada satu dimensi). Perubahan energi kinetik ∆K= Kf – Ki adalah
∆ K = W =
Jika benda bergerak dari keadaan diam, Ki = 0, maka energi kinetik akhir K adalah
Mengingat gaya masih belum kita perlakukan dari segi relativistik, maka kita belum yakin tentang bagaimana melanjutkan bahasan ini. Tanpa bukti atau pembenaran apa pun, kita akan mencoba mempertahankan hukum kedua Newton dalam bentuk umumnya (F = dp/dt) sebagai hubungan dinamika relativistik yang sesuai (ingat bahwa kita telah mendefiniskan ulang p, sehingga jelas akan pula berakibat mendefinisikan ulang F). Jadi kita peroleh:
Pernyataan yang terakhir dapat kita ubah lebih lanjut bila kita menggunakan teknik standar pengintegrasian per bagian, dengan d(pv) = v dp + p dv, yang memberikan

                                                                =
Dengan melakukan integrasi kita peroleh
K =
Yang dapat kita tuliskan dalam bentuk berikut:
K = mc2 – m0c2
Persamaan ini memberikan kita suatu hasil dasar bagi pernyataan energi kinetik relativistik. Perbedaan antara besaran mc2(yang masih memiliki satuan energi) bagi sebuah partikel yang bergerak dengan laju v, dengan besaran m0c2 (yang juga bersatuan energi) bagi sebuah partikel yang diam, tidak lain adalah energi kinetiknya. Besaran ini memang sesungguhya adalah apa yang kita maksudkan dengan energi kinetik tambahan energi yang diperoleh sebuag partikel karena geraknya. Mesaran moc2 disebut energi diam partikel dan dinyatakan dengan E0. Jadi, sebuah epartikel yang bergerak, memiliki energi E0 dan tambahan energi K, sehingga dengan demikian energi relativistik total E partikel adalah
E = E0 + K = moc2 + K = mc2
Pernyataan ini merupakan hasil temuan terkenal Einstein yang menyatakan bahwa energi sebuah benda merupakan ukuran lain dari massanya energi dan massa adalah setara, dan bahwa perolehan atau kehilangan energi sebuah benda dapat dipamdang pula sebagai perolehan atau kehilangan massanya.

2.6    Keserempakan dan Paradoks Kembar
Akan kita tinjau dua dari sekian banyak akibat teori realitivitas khusus yang menentang tetapi juga mengesalkan. Yang pertama menyangkut pengertian keserempakan dan pensinkronan (synchronization) jam. Bagi sebagian besar dari antara kita, masalah mensinkronkan arloji atau jam bukanlah suatu proses yang sulit ; sebagai contoh, kita dapat saja menyetel jam kita dengan langsung melihat pada jam yang berada di dekat kita. namun demikian, metode ini mengabaikan waktu yang dibutuhkan cahaya dari jarum jam untuk merambat ke mata kita. Jika kita berada 1 m dari sebuah jam, maka arloji kita akan terlambat sekitar 3 ns (3 x 10-9 s). Walaupun  keterlambatan waktu yang kecil ini tidak akan membuat anda terlambat mengikuti kuliah fisika, namun bagi seorang fisikawan eksperimen hal itu merupakan masalah serius. Karena bagi mereka, pengukuran selang waktu yang lebih kecil daripada 1 ns merupakan hal yang biasa oleh karena itu, kita coba meninjau hal ini secara lebih teliti.  Andaikanlah kita membuat sebuah piranti (device) Di x =0 dan x = L masing-masing terletak sebuah jam, sedangkan di x = L/2 terletak sebuah bola lampu kamera (flash bulb). Kedua jam tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga baru berdetak bila mereka menerima kilatan cahaya. Karena rambatan cahaya membutuhkan waktu yang sama untuk mencapai kedua jam tersebut, maka keduanya akan mulai berdetak secara bersamaan pada saat L/2C setelah kilatan cahaya dipancarkan. Jadi kedua jam tersebut benar-benar tersinkronkan.
Kita tinjau situasi yang sama ini dari sudut pandang pengamat bergerak O’. Dalam kerangaka acuan O, terjadi dua peristiwa : penerimaan sebuah sinyal cahaya oleh jam 1 di x1 = 0, t1= L/2c, dan oleh jam 2 di x2 = L,t2= L/2c. Dengan menggunakan persamaan transformasi Lorentz, kita dapati bahwa O’ mengamati jam 1 menerima sinyal tersebut pada saat
Sedangkan jam 2 pada saat
Jadi  t’2 lebih kecil daripada t’1 sehingga jam 2 tampak menerima sinyal lebih dulu daripada jam 1. Karena itu,kedua jam tersebut berdetak pada dua saat yang berbeda dengan selang waktu sebesar
Menurut O’, Penting untuk dicamkan bahwa beda waktu ini bukanlah efek pemuluran waktu, karena pemuluran waktu dicirikan oleh suku pertama persamaan transformasi Lorentz bagi t’, sedangkan keterlambatan pensinkronan dicirikan oleh suku keduanya.  O’ memang mengamati kedua jam tersebut berjalan lambat.  sebagai akibat efek pemuluran waktu; O’ juga mengamati bahwa jam 2 berjalan sedikit lebih cepat daripada jam 1. Selang waktu  yang diukur O’ antara saat kedua jam tersebut mulai berdetak, memberikan, dengan menggunakan persamaan bagi pembacaan jam 2 ketika O melihat jam 1 pada pembacaan 0 (nol).
Oleh karena itu kita peroleh kesimpulan berikut : dua peristiwa yang terjadi serempak dalam satu kerangka acuan tidaklah serempak dalam kerangka acuan lain yang bergerak relatif terhadap yang pertama,kecuali jika kedua peristiwa itu terjadi pada tempat yang sama. (Dalam contoh diatas, jika L =0, sehingga kedua jam terletak pada titik yang sama dalam ruang,maka keduanya akan sinkron dalam semua satu kerangka acuan tidaklah perlu tetap).  Jadi, jam-jam yang sinkron dalam satu kerangka acuan tidaklah perlu tetap sinkron dalam kerangka acuan lain yang dalam keadaan gerak relatif. 
Permasalahan yang lazim dikenal sebagai paradoks kembar. Tinjau dua orang saudara kembar yang bermukim di Bumi. Andaikanlah salah satunya, katakanlah yang bernama Casper, tetap berdiam di Bumi, sedangkan saudara kembar perempuannya, Amelia, melakukan perjalanan antariksa dengan sebuah pesawat roket menuju suatu plannet yang jauh. Casper, yang memahami teori relativitas khusus, mengetahui bahwa jam saudari kembarnya akan berjalan lambat relatif terhadap jam miliknya. Karena itu, Amelia akan lebih muda dari padanya ketika ia tiba kembali di Bumi; ini tidak lain adalah apa yang tersirat dari bahasan kita tentang efek pemuluran waktu. Namun, dengan mengingat kembali bahasan tadi, kita ketahui bahwa bagi dua pengamat yang bergerak relative, masing-masing akan berpendapat bahwa jam saudara kembarnya yang berjalan lambat. Jadi, masalah ini dapat pula kita pelajari dari sudut pandang Amelia, yang berpendapat bahwa Casper dan Bumilah (bersama dengan sistem tata surya dan galaksi) yang melakukan perjalanan pulang pergi menjauhinya dan kemudian kembali lagi.  dalam keadaan seperti itu, Amelia akan berpendapat bahwa jam saudara kembarnya (yang sekarang bergerak relatif terhadapnya) yang berjalan lambat, sehingga bagi Amelia saudara kembarnya Casper yang lebih muda daripadanya ketika mereka bertemu kembali.  Memang mungkin saja timbul ketidak sepahaman tentang jam siapakah yang berjalan lambat terhadap jam milik masing-masing saudara kembar ini, namun ini hanyalah masalah pemilihan kerangka acuan belaka, ketika Amelia tiba kembali di Bumi (atau ketika Bumi kembali di Amelia) semua pengamat haruslah sependapat tentang siapakah dari antara kedua saudara kembar itu yang usianya lebih muda. Inilah paradoksnya masing-masing saudara kembar itu memperkirakan bahwa yang lainnya yang lebih muda.
Pemecahan bagi paradoks ini terletak pada peninjauan kita yang tidak simetris terhadap peran kedua saudara kembar itu. Hukum-hukum relativitas khusus hanya berlaku bagi kerangka lembam yang bergerak relative terhadap kerangka lainnya dengan kecepatan tetap. Kita dapat memasok roket  Amelia dengan dorongan yang cukup kuat sehingga Amelia dan roketnya mengalami percepatan untuk suatu selang waktu yang singkat, sehingga pesawatnya mencapai suatu laju tetap yang meluncurkannya menuju planet tujuannya, jadi, selama perjalanan Amelia ke planet tujuannya, hampir seluruh waktunya ia habiskan dalam suatu kerangka acuan yang bergerak pada kecepatan tetap terhadap casper. Tetapi, untuk kembali ke bumi, ia harus memperlambat dan membalikkan pesawatnya. Meskipun gerak ini juga  dilakukan dalam selang waktu yang sangat singkat, perjalanan  kembali Amelia berlangsung dalam suatu kerangka acuan yang berbeda dari kerangka pada perjalanan perginya. “Loncatan” Amelia dari suatu kerangka acuan ke yang lainnyalah. Yang menyebabkan usia kedua saudara kembar ini tidak simetri. Hanya Amelia yang harus “meloncat” ke suatu kerangka acuan baru agar dapat kembali, dan karena itu semua pengamat akan sependapat bahwa Amelia-lah yang “sebenarnya’ bergerak, sehingga dengan demikian  jam miliknya yang “sebenarnya” berjalan lambat; oleh Karena itu, Amelia-lah yang lebih muda ketika ia tiba kembali di bumi.
Marilah kita membuat bahasan ini lebih kuantitatif dengan beberapa contoh numeric (angka). Seperti pada pembahasan di atas, kita menganggap bahwa percepatan dan perlambatan berlangsung dalam selang waktu yang sangat singkat, sehingga seluruh usia Amelia terhitung selama perjalannya saja. Untuk menyederhanakan, kita akan menganggap bahwa planet jauh tersebut diam terhadap bumi; pilihan ini tidak mempengaruhi kesimpulan persoalannya, tetapi sekedar mengabaikan perlunya  diperkenalkan kerangka acuan lain. Andaikan planet itu berjarak 12 tahun cahaya dari bumi, dan bahwa Amelia bergerak dengan laju 0,6 c. maka menurut casper, saudarinya membutuhkan waktu 20 tahun (20 tahun untuk mencapai planet itu dan 20 tahun lagi untuk tiba kembali di bumi, dan oleh karena itu saudarinya berpergian untuk total waktu 40 tahun. (Tetapi, casper tidak akan dapat mengetahui apakah saudari kembarnya telah tiba di planet itu sampai sinyal cahaya yang membawa berita tentang ketibaannya di sana mencapai bumi. Karena cahaya membutuhkan waktu 12 tahun untuk menempuh jarak bumi-planet, maka barulah 2 tahun kemudian setelah keberangkatan Amelia, casper ‘melihat” saudarinya tiba di planet itu. Delapan tahun kemudian ia kembali di bumi). Dari kerangka acuan Amelia pada roket, jaraknya ke planet menyusut dengan faktor sebesar 0,8, dan arena itu jarak ini adalah 0,8 pada laju 0,6 c ini, Amelia akan mengukur lama waktu 16 tahun bagi perjalanannya menuju planet tujuannya, sehingga dengan demikian ia membutuhkkan total waktu 32 tahun bagi perjalanan pergi-pulangnya. Jadi, casper berusia 40 tahun, sedangkan Amelia hanya berusia 32 tahun, dan memang benar bahwa Amelia-lah yang lebih muda setelah kembali di bumi. Kita dapat mempertegas analisis ini dengan meminta casper setiap tahun mengirimkan suatu sinyal cahaya, pada saat ia berulang tahun, kepada saudari kembarnya. Kita ketahui bahwa frekuensi sinyal yang diterima Amelia akan mengalami pergeseran Doppler. Selama perjalanan pergi, Amelia akan menerima sinyal tersebut pada laju (frekuensi terima) (1/th)  = 0,5/th, sedangkan untuk perjalanan balik, laju sinyal yang diterimanya adalah  (1/th) atau 2/tahun. Jadi, untuk 16 tahun pertama, selama perjalanan Amelia menuju planet, ia akan menerima 8 sinyal, sedangkan selama 16 tahun perjalanan pulangnya ia akan menerima 32 sinyal, jadi total 40 buah sinyal. Empat puluh sinyal yang diterimanya ini menunjukkan bahwa saudara kembarnya telah merayakan 40 kali pesta ulang tahun selama 32 tahun kepergiannya.

2.7 Uji Percobaan Teori Relativitas Khusus
2.7.1 Ketidakberadaan Eter
Sebelumnya kita sudah membahas percobaan Michelson-Morley dan kaitannya dengan teori relativitas khusus. Ternyata selama kurang lebih 100 tahun sejak percobaan pertamanya dilakukan, percobaan dasarnya telah diulangi berkali-kali dengan beragam variasi dan perbaikan kepekaan yang terus ditingkatkan. Namun, dalam semua percoaan itu, tidak ada satu pun bukti nyata yang diamati tentang perubahan laju cahaya terhadap arah, meskipun kepekaan percobaannya telah ditingkatkan menjadi sepuluh kali lebih teliti daripada kepekaan percobaan semula.

2.7.2. Pemuluran Waktu
Efek pemuluran waktu telah kita bahas pada peristiwa pemuluran muon yang terciptakan oleh sinar kosmik. Contoh lainnya adalah peluruhan partikel elementer berkecepatan tinggi yang dapat diselidiki dalam laboratorium. Salah satu partikel seperti ini adalah partikel meson pi, yang memiliki usia hidup sekitar 26 x 10-9 s (26 ns). Ini merupakan suatu selang waktu yang ssangat serasi bagi percobaan laboratorium- cukup panjang sehingga meson pi, yang terciptakan pada proses tumbukan antara partikel-partikel lain dapat dikendalikan geraknya agar ia berhenti sebelum meluruh, yang memungkinkan dilakukannya pengukuran usia hidup sejatinya; usia hidup ini juga cukup singkat sehingga meson Pi yang bergerak dengan laju yang menghampiri laju cahaya tidak akan menempuh jarak yang lebih panjang daripada ukuran memadai sebuah laboratorium (yakni sekitar 10 hingga 20 m) sebeum ia meluruh. Pengukuran usia hidup sejati (dengan memberhentikan meson pi) member nilai 26,0 ns. Pengukuran usia hidup meson pi yang bergerak dengan laju v/c = 0,913 memberi hasil 63,7 ns dalam kerangka acuan laboratorium. Usia hidup ini ternyata lebih lama daripada usia hidup sejatinya dikarenakan memulurnya waktu dalam kerangka acuan meson pi yang bergerak. Factor pemuluran waktunya adalah (1- v2/c2)1/2  = 0,408, sehingga pengukuran usia hidup 63,7 ns setara dengan usia usia hidup luruh 63,7 x 0,408 = 26,0 ns dalam kerangka acuan meson pi dalam keadaan diam. Jadi, efek pemuluran waktu denagn demikian terbukti kebenarannya.

2.7.3. Massa Relativitas
Jika suatu benda bergerak dengan laju v mendekati kecepatan cahaya c, maka massanya selalu lebih besar dari massa diamnya.
                    
Keterangan:
m = massa benda yang bergerak dengan laju v
m0 = massa benda dalam keadaan diam
v = kecepatan benda
c = kecepatan cahaya
2.7.4. Kesetaraan Massa dan Energi
Jika suatu benda yang bermassa m berubah seluruhnya menjadi energi, maka besarnya energi tsb adalah :
                                   
Keterangan:
E = energi (Joule)
m = massa benda (kg)
c = kecepatan cahaya
Untuk benda bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, energi kinetiknya adalah:
                        mc2 = energi total
                        m0c2 = energi diam
Ek = energi kinetik

2.7.5. Ketidakubahan Laju cahaya
Laju cahaya memang bergantung pada gerak sumber atau pengamat, maka hal ini dapat kita nyatakan sebagai c’ = c + ku, dimana c adalah laju cahaya dalam kerangka diam sumber, c’ laju cahaya diukur dalam kerangka acuan yang bergerak, dan u laju relative kedua kerangka acuan. Variabel k adalah bilangkan yang ditentukan oleh eksperimen ; menurut relativitas khusus, k adalah 0, sedangkan menurut relativitas Galileo, k sama dengan 1.
Salah satu percobaan dari jenis ini adalah yang bertujuan mempelajari pemancaran sinar X oleh sebuah pulsar suatu system bintang ganda, yaitu suatu sumber sinar X berdenyut cepat yang mengorbit mengelilingi bintang rekannya, sehingga menggerhanakan sang pulsar dalam gerak orbitnya. Jika laju cahaya (dalam hal ini sinar X) berubah ketika pulsar dalam gerak orbitnya bergerak menuju dan kemudian menjauhi Bumi, maka awal dan akhir gerhana akan terjadi pada saat dengan selang waktu berbeda, dihitung terhadap saat gerhana maksimum. Ternyata, efek ini tidak teramati, dan dari sejumlah pengamatan terhadap beberapa system seperti ini, disimpulkan bahwa k< 2 x 10-9, sesuai dengan ramalan teori relativitas khusus.



2.7.6. Paradoks Kembar
Dari masalah  pemuluran waktu ada kejadian yang menarik adalah gejala yang terkenal dengan sebutan paradoks kembar. Misalnya ada 2 orang kembar, Yona dan Pasca. Yona pergi berpetualang saat berumur 25 tahun menuju kesebuah planet X yang berjarak 30 tahun cahaya dari bumi. Pesawat antariksanya dapat dipercepat sampai mencapai kelajuan cahaya. Setelah tiba di planet X, Yona menjadi sangat rindu dengan rumahnya dan segera kembali ke Bumi dengan kelajuan sangat tinggi yang sama. Ketika tiba di Bumi, Yona sangat terkejut karena melihat kota yang ditinggalkannya telah berbah menjadi kota supermodern dan saudara kembarnya, Pasca, telah berusia 75 tahun dan menderita sakit tua. Yona sendiri hanya bertambah usia 10 tahun menjadi 35 tahun. Ini terjadi karena proses biologi dalam tubuhnya mengalami perlambatan selama perjalanannya mengarungi antariksa. Letak paradoksnya adalah : dari kerangka acuan Pasca, dia adalah diam sementara saudaranya Yona bergerak degan kecepatan sangat tinggi. Pada pihak lain, menurut Yona, dia adalah diam sementara saudara kembarnya di bumi bergerak menjauhinya kemudian mendekatinya. Pemecahan masalah paradoks tersebut bergantung pada ketidaksimetrisan kehidupan pasangan kenbar itu. Dalam seluruh hidupnya, Pasca yang di Bumi selalu berada dalam kerangka acuan inersial, kecuali periode singkat ketika Yona membalikkan pesawatnya menuju Bumi, tetapi periode ini dapat diabaikan. Dengan demikian, perhitungan Pasca sebagai acuan dalam menghitung selang waktu perjalanan Yona adalah sah (benar) menurut teori relativitas khusus. Sebaliknya, Yona mengalami sederetan percepatan dan perlambatan selama perjalanannya ke planet X dan kembali ke rumah, dan karena itu ia tidak selalu dalam gerak lurus beraturan. Ini berarti Yona berada dalam suatu kerangka acuan non-inersial selama sebagian waktu dari perjalanannya, sehingga perhitungan selang waktu berdasarkan teori relativitas khusus adalah tidak sah dalam kerangka acuan ini. Jadi, kesimpulan yang benar adalah petualang angkasa selalu lebih muda ketika kembali ke Bumi.




DAFTAR PUSTAKA

Gautreau, Ronald dan William Savin. 1999. Teori dan Soal-Soal Fisika            Modern. Jakarta : Erlangga.

Kranee, Kenneth. 1992. Fisika Modern. Jakarta : Erlangga.
Kanginan, Marthin. 1995. Fisika. Jakarta : Erlangga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar